Kamis, 19 April 2012

sesuatu tentangmu


Sesuatu tentangmu

Lihat, dengar, dan sentuhlah
Yang Tuhan goreskan, kasih
Itulah yang Ia titipkan padaku untukmu

Lihat, dengar, dan sentuhlah
Semua rotasi ini, kasih
Seperti itulah aku akan berusaha untukmu

Lihat, dengar, dan sentuhlah
Apapun dihadapanmu, kasih
Seperti itulah kenyataanku untukmu

Rentangkan tanganmu dan rasakan
Ketika malam senandungkan bulan
Ketika siang nyanyikan awan
Ketika senja melagukan jingga

Karena kau, kasih
Membantuku melihat dunia secara utuh
Menelisik kedalam dan menemukan metafornya
Tanpa harus menggelapkan hatiku
Justru menemukan cara untuk meneranginya

Karena kau, kasih
Selalu lantunkan namaNya dalam hidupku
Tak menyingkirkanku, tapi menarikku menuju jalanNya
Karena kau, kasih
Dan segala sesuatu tentangmu

dengar ayah bercerita


Dengar ayah bercerita

Kemari dan bergegaslah, anakku
Dengar ayah bercerita dan mengeluh denganmu
Tentang sesuatu yang harus kau kerjakan
Dan apapun yang tidak boleh (bahkan) kau dekati

Duduk dan tenanglah, anakku
Dengar ayah bercerita dan bernyanyi bersamamu
Tentang jembatan yang belum selesai kau lewati
Dan gunung yang belum selesai kau daki

Berikan tanganmu dan berjalanlah bersama, anakku
Dengar ayah bercerita dan menunjukkan padamu
Tentang seekor burung yang berkorban demi telurnya
Dan bagaimana seekor penyu dilahirkan di dunia ini

Berlarilah dan lambaikan tanganmu, anakku
Tunjukkan apa yang kau dapat dan buktikanlah
Bahwa kau bisa dengan apa adanya dirimu
Dan warna yang kau goreskan sendiri pada kanvasmu

Cukuplah mendengar aku bercerita, anakku
Kelak kaulah yang akan bercerita
Tentang lalu lalang yang harus kau lalui

Gwencanha, Oppa's little sister


Hyukjae merapikan blazer seragamnya sambil berlari ketika seorang gadis menabraknya hingga dia terjungkal.
“Ah . .mianha .. “
“aish! Kau ini! Bisa lebih hati hati tidak?!” Hyukjae kemudian berdiri dan merapikan seragamnya.
“a . .aku benar benar tidak seng . .”
“shikeureo! Jika maafmu adalah ikan, donghae pasti sangat senang!” hyukjae melirik jam yang melingkar di tangannya.
“Argh! Aku akan terlambat gara gara kau!” belum sempat hyukjae mengacungkan tangan ke gadis itu, dia sudah terkena timpukan tas gadis itu.
“kau! Bisa tidak bicara lebih sopan pada seorang gadis?! Sudah kubilang aku tidak sengaja! Dan kau pikir kau satu satunya manusia yang akan terlambat?! Aku juga, bodoh!”
Hyukjae menghentikan tangan diudara. Mulutnya ternganga. Gadis ini . . apa apaan . .?
“kau sekolah dimana?” tanya gadis itu setelah mengatur nafas.
“Pa . . Paran High school,”
“neul Paran?”
“Nde,”
“Aaah, kajja, kalau tidak kita akan terlambat,” gadis itu mendongakkan kepala dan berjalan mendului hyukjae yang tertegun. Siapa dia? Kita?
---
“donghae a, hyukjae belum kelihatan, dimana dia?” jinki bertanya pada donghae yang sedang berjalan menuju bangku Jinki dan Dongwook.
“molla, mungkin dia terlambat, jinki, aku pinjam pe ermu,”
“jinki ah, aku juga pinjam pe ermu, aku belum sempat mengerjakan . .” dongwook memasang tampang memelas.
“ah sudah sudah aku tahu, ini,”
“aa, jeongmal gumawoo . . !”
“dongwook a! Jangan memelukku, kau benar benar menakutkan!” belum sempat Jinki melepas pelukan dongwook, pintu terbuka. Semua menoleh, ternyata hanya hyukjae.
“aish, kau membuatku kaget saja,” donghae kembali menekuri buku tugas Jinki yang belum selesai dia salin.
“hya, aku bherrtemu . .hah hah, gadis aneh,” hyukjae menghempaskan diri di bangku yang diduduki donghae dengan terengah engah.
“mwo?”
“tadi pagi aku terlambat, jadi aku berlari menuju sekolah sampai . . “
Greek, kali ini pintu terbuka lagi dan songsaengnim masuk ke kelas. Para murid berhamburan menuju bangkunya masing masing.
“sial! Aku belum selesai menyalin,” donghae merutuk pelan.
“menyalin apa?”
“baik anak anak, kumpulkan tugas rumah kalian,”
Mendadak perut hyukjae mulas.
---
Istirahat, mereka kembali berkuasa di tempat biasa, pinggir lapangan basket yang teduh.
“jadi gadis itu menabrakmu dan kau jatuh tersungkur?” Jinki bertanya antusias,
“yap,”
“dan ternyata gadis itu sekolah disini?” donghae menatap hyukjae serius.
“mm hm,”
“lalu bukannya langsung masuk kelas, dia justru ke ruang kepala sekolah?” dongwook menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“betul sekali,”
“jujur saja, aku tidak mengerti apa anehnya gadis itu,” donghae menoleh ke arah Jinki yang juga sependapat.
“yang aneh adalah . . “
“dia masuk tepat saat pagar hampir ditutup tetapi bukannya masuk ke ruang kelasnya, dia justru menuju ruang kepala sekolah?”
“dongwook a! Kau memang sejalan denganku!”
“bukan sejalan, tapi kalian berpengalaman,” cibir Jinki.
“apakah dia murid baru? Kelas berapa?” donghae mengubah posisi duduknya, “apakah dia cantik?”
Pletak,
“dasar kau ini, sudahlah, aku akan membeli soda, kalian mau apa?” Jinki berdiri dan meregangkan tubuhnya.
“sama,” dongwook dan hyukjae menjawab berbarengan,
“aku ikut,” donghae bangkit lalu pergi bersama Jinki.
“apakah benar dia anak baru?” dongwook mengusap dagunya.
“mungkin, selama bersekolah disini, aku belum pernah melihatnya,” hyukjae menimpali. Kemudian hening.
“whoo, itu dia,” hyukjae menunjuk suatu titik dimana gedung kelas sepuluh berada. Dongwook mengikuti arah telunjuk hyukjae.
“ooh, aku melihatnya, bermambut panjang itu? Didepan kelas? Sendirian?”
“hm, kau benar,”
Tak lama, gadis itu masuk kembali ke kelasnya, tepat sebelum donghae dan jinki kembali.
“ini,” jinki melempar kaleng soda kearah hyukjae dan dongwook.
“ya, kalian, aku sudah memikirkan, band kita harus memiliki lagu.” Donghae menyeruput sodanya. “dengan kata lain, kita harus menulis lirik, adakah diantara kalian yang bisa menulis puisi?”
Suasana hening, mereka berempat berpandangan.
“ah sudahlah, akan kuminta anggota klub puisi untuk menulis liriknya,”
---
Bel pulang berbunyi, semua berhamburan keluar sekolah. Tak terkecuali the monkfish.
“ah, aku lupa, aku akan meminta anggota klub puisi menulis lirik lagu kita,” selesai mengatakannya donghae langsung melesat pergi menuju ruang bahasa.
“dasar ikaan, tasnnya lupa dia bawa,” hyukjae menenteng tas donghae.
“sudah bawa saja, lagipula kita masih akan berkumpul lagi kan di tempat mr. Joonk?”
“mr joonk?” jinki menghentikan langkahnya. “siapa dia?”
“bukan siapa tapi apa, itu tempat band indie seperti kita manggung dan mendapat fasilitas,” hyukjae menjelaskan. Jinki manggut manggut.
“siapa yang akan membayar?” tanya jinki setelah mereka berjalan keluar. Dongwook menepuk dadanya.
“jjinjja? Semuanya?”
“kenapa? Kau tidak setuju?”
“aa .. anieyo . . maksudku . .”
“kalau begitu kajja!”
“bagaimana dengan donghae?”
“dia sudah duluan kesana, benar benar ikan,”
---
Jiyeon menatap bangunan didepannya. Dilihatnya reklame tempat itu “Mr Joonk Zone”. Kemudian dilihatnya suasana didalam lewat pintu kaca didepannya. Sedikit . . gelap dan ramai? (baca:menakutkan)
“aissh . . bagaimana ini?” jiyeon menatap kertas di tangannya kemudian menatap kembali tempat itu. Tangannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Di kirimnya pesan singkat pada donghae.
“sunbae, aku jiyeon dari klub puisi, aku sudah menunggu diluar, aku tidak bisa masuk kedalam,”
Send.
“ahaha, bukan begitu hyukjae ah, Dongwook dikagumi wanita karena aroma uang di badannya hahaha!”
“aish, jjinjja habis kau jinki!”
“AAH!” hyukjae menghentikan langkah yang membuat jinki menubruk dongwook kemudian dongwook menubruk hyukjae.
“kenapa hyuk?” dongwook melongok dari belakang hyukjae.
“dia gadis yang kutemui tadi pagi! Gadi aneh itu,”
Jiyeon mengernyit, gadis aneh? Dia baru sehari bertemu pria bermuka mirip monyet itu dan dia dijuluki gadis aneh? Belum sempat jiyeon membuka mulut, matanya sudah terbelalak terlebih dahulu. Jinki yang baru saja melihat jiyeon juga tidak kalah terkejutnya.
“op . . oppa?” jiyeon tergagap.
“oppa?” hyukjae menoleh kearah jinki dan jiyeon bergantian.
“oppa?” Kenangan masa lalu Jiyeon kembali terbuka.
“Jiyeon a! Lindungi aku!”
“Jiyeon a! Jebal . . “
“ah! Jiyeon ssi!” Tiba tiba kepala donghae sudah terjulur dibalik pintu. Kemudian donghae menghampiri Jiyeon.
“aah, gamsa hamnida jiyeon ssi! Maaf membuatmu datang kemari, oh ya, kau baru pindah dari gangnam kan? Apakah sulit menemukan tempat ini?”
“ti tidak, tempat ini tidak jauh dari sekolah,  aku bisa menemukannnya dengan mudah karena petunjukmu sunbae,”
“donghae ya, kau mengenal dia?” dongwook menunjuk jiyeon.
“tentu saja, dia anggota klub puisi yang bersedia meluangkan waktunya menulis lirik untuk lagu kita,” donghae menurunkan tangan dongwook kemudian mengacungkan map jiyeon didepannya.
“jangan buang waktu, ayo kita masuk,” jinki berkata ketus kemudian melangkah masuk, tanpa memperdulikan suasana sekitarnya.
“oppa, jamkkanman . .” jiyeon hendak menyusul, tapi jinki sudah telanjur masuk.
“apa yang terjadi?” donghae memandang hyukjae yang hanya mengangkat bahu.
---
“baiklah, lari lima putaran kemudian istirahat!”
“nde songsaengnim!” murid kelas sepuluh pun berlarian mengelilingi lapangan basket sesuai petunjuk songsaengnim mereka. Jiyeon menjadi pelari tercepat, dengan iringan bisik bisik iri teman sekelasnya. Hyukjae mengamatinya dari jendela kelas, kemudian menoleh pada Jinki yang bersikap berbeda dari biasanya.
“Jinki ah, sebenarnya apa yang terjadi? Siapa Jiyeon?” dongwook berbisik pada jinki.
Bukan urusanmu.
Tulis Jinki pada secarik kertas. Melihat kertas itu, dongwook emosi dan hendak memukul meja sebelum dia teringat bahwa songsaengnim sedang mengajar dikelas.
“Jinki ah, sikapmu juga berubah . .”
Tidak ada respon. Kemudian, pletak! Penghapus papan tulis tergeletak sukses dilantai setelah mengenai kepala dongwook.
“Lee dongwook, maju dan kerjakan soal nomor 5,” dongwook pasrah sambil menatap jinki yang masih tanpa ekspresi.
“dan lee Jinki, bawa penghapus papan tulis itu kesini,”
Jinki pun maju dan memberikan penghapus itu pada songsaengnim. Hyukjae menggelengkan kepala ketika dongwook meminta pertolongannya.
---
Hyukjae menunggu didekat gedung kelas sepuluh saat istirahat. Ditunggunya gadis yang aneh, dan membuat jinki juga aneh.
“mony . . sunabe? Ada apa?” jiyeon muncul dibelakang hyukjae.
“ada yang harus kutanyakan,”
---
Jinki sedang berjalan pulang ketika sebuah suara memanggilnya.
“oppa!” jinki menoleh. Dilihatnya gadis yang sama dengan kemarin. Jinki melanjutkan jalannya.
“oppa!” tiba tiba jiyeon menghadang didepan jinki.
“jinki oppa! Akhirnya aku kau menatapku, urilmaniyo oppa!” kata jiyeon sambil tersenyum. Senyum?
“aku buru buru,” jinki menepis tangan jiyeon dan melanjutkan jalan.
“oppa, biasanya kau melindungiku . .” jiyeon terduduk, terisak.
Jinki berhenti. Kemudian menarik nafas.
“nde, aku selalu melindungimu,” jiyeon menatap punggung jinki. “tapi dimana kau saat aku membutuhkanmu?” jinki memejamkan mata. “kau tahu, kau membuatku sulit,” kemudian jinki melangkah pergi.
“oppa . .” jiyeon meletakkan kepala di kedua lututnya, menangis. Hyukjae keluar dari tempat persembunyiannya, dan berlutut didepan jiyeon.
“jiyeon a, jangan menangis lagi.” Hyukjae menyentuh pundak jiyeon.
“pergilah, aku tidak menangis,” hyukjae melihat bahu jiyeon yang bergetar.
“jiyeon a . .”
“pergilah!” hyukjae berdehem kemudian berdiri.
“berdirilah, kalau tidak semua orang di jalan ini akan melihat isi dari rokmu,” seketika jiyeon berdiri dan menampakkan ekspresi acuh tak acuh. Kemudian berpaling pada hyukjae.
“kau lihat . .”
“wuhu . . benar benar . .” hyukjae bersiul kemudian, plak,
“auu, aku hanya bercandaa!” dilihatnya wajah jiyeon yang memerah.
“aku bersumpah aku tidak melihat apa apa.” Hyukjae berdiri serius sambil membuat tanda v ditangannya.
“kau . . dasar monyet!”
“apaa?! Kau sudah dua kali menyebutku monyet! Neol jugullae?!”
“nde, jugul! Apa kau benar benar berani?”
“jeongmal . .” hyukjae mulai maju dengan wajah . .*bayangkan sendiri.
“jangan main main! Kau memanggilku aneh terlebih dahulu!”
“jiyeon a . .yeppeo da,”
“kyaaa!” jiyeon menutup wajahnya dengan kedua tangannya setelah wajah hyukjae beberapa senti mendekat.
“haha! Dasar! Kau memang harus mendapat perlindungan dari jinki,” hyukjae sudah bersiap menghindar ketika dia sadar jiyeon sedang tidak menyerangnya.
“jiyeon a, mian,” jiyeon tersentak kemudian memaksa untuk tersenyum.
“ah, gwaencanhayo,”
---
“jiyeon a, apa hubunganmu dengan jinki?”
“ng?  Dulu kami bersaudara,”
“saudara? Setahuku dia anak tungaal,”
“nde ,  saudara kami sangat banyak di panti asuhan,”
“he?”
“dulu, aku sangat dekat dengannya, karena aku tidak punya banyak teman, ditambah tabiatku yang buruk,”
“buruk?”
“mengganggu yang lebih tua, menjahili yang lebih muda, ketus dengan sesama teman,”
“yaah, bisa kulihat sekarang,”
Jiyeon memandang hyukjae dengan tatapan kubunuh-kau.
“ehem, baik lanjutkan,”
“karena itu pula aku selalu membuat dan mendapat banyak masalah, tapi hanya dia yang mau melondungiku, hanya dia yang mau berteman denganku,”
Jiyeon memejamkan mata.
“sampai akhirnya saat dia kelas 4 SD seseorang mengadopsinya, kau tahu apa yang paling kami takutkan? Saat seseorang berusaha memisahkan kami, dan kurasa orangtua-masa-kini-nya lah yang memisahkan kami,”
“lalu? Bagaimana kau bisa sampai disini? Apa yang terjadi?”
“seminggu setelah kepergiannya, aku jga diadopsi oleh seseorang di gangnam, mereka baik dan selalu membesarkan hatiku, menerimaku apa adanya tapi aku masih bersalah pada oppa,”
Jiyeon berhenti sejenak,
“aku masih ingat bagaimana dia menangis, bagaimana dia meminta aku melindunginya, bagaimana dia berkata jebal . .”
“wow . .”
“tapi apa yang bisa kulakukan? Saat itu aku masih kelas 3 SD, dan ibu asrama terus mengawasiku, semalam sebelum dia benar benar pergi, aku menyelinap menemuinya, mengatakan akan terus bersamanya . .”
Jiyeon menangis.
“tapi aku berbohong, aku bahkan tidak mengatakan kajima . .”
“jiyeon a . .”
“eottokhae?”
“temui dia, dan bicaralah padanya,”
Hyukjae memejamkan mata dan mengingat percakapannya dengan jiyeon. Ternyata jinki yang selama ini dekat dengannya mempunyai masa lalu yang tidak dia bayangkan. Dan masa lalu itu menjelma menjdai seorang gadis yang saat ini berada di sisi mereka.
“omo . . nae chingu . .”
---
“hyukjae a, kau mau kemana?” donghae menahan hyukjae yang sedang terburu buru.
“biasalah, songsaengniim ingin bertemu denganku saat pulang sekolah tadi, dan kita sudah latihan selama 30 menit, doakan saja aku selamat,”
“wuhuuu, ada apa antara hyukjae dan songsaengnim? Mengapa si macan ingin bertemu denganmu??” goda dongwook.
pluk, sepatu dongwook melayang tepat mengenai kepala dongwook sendiri.
“kalian pulanglah dulu, annyeong,” setelah itu hyukjae berlari.
“ada ada saja,” donghae mendengus.
“jinki ah, kau mau pulang?” tanya dongwook pada jinki yang sedari tadi diam.
“duluan saja,” jawabnya ketus. Dongwook dan donghae hanya berpandangan.
“baiklah, sampai jumpa jinki, kajja dongwook a!”
Setelah donghae dan dongwook keluar dari ruang musik, jinki mengusap dahinya. Masalah yang terjadi akhir akhir ini membuatnya pusing. Tentang lagu, tentang lirik,  tentang jiyeon . .
“jiyeon a, aku tidak mau pergi,”
“tenang oppa, aku akan terus bersamamu,”
“jiyeon a . . “
---
Hyukjae menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Astaga . . setelah melihat nilainya yang hancur, barulah dia mengerti kenapa songsaengnim masih mau menunggunya, bahkan setelah bel pulang berbunyi sedari tadi.
“ahahaha!”
“pengecut!”
“kumohon jangan mendekat, jebal . .”
Sayup sayup hyukjae mendengar suara. Dipandannginya sekitar. Sepi. Bulu tengkuk hyukjae berdiri. Hantu?
“jangaan,”
Bukan! Itu jiyeon! Hyukjae berlari secepat yang dia bisa mengikuti arah suara tadi.
“jiyeon a!” Teriak hyukjae saat melihat jiyeon terduduk di pojok dinding salah satu tangga. Anak laki laki yang tadi mengganggunya berhenti ketika melihat sunbaenya berdiri di dekat mereka. Jiyeon segera berlindung dibalik hyukjae.
“sunbae, jangan ikut campur, lebih baik sunbae pulang dan belajar saja untuk nilai nilaimu yang rusak itu, hahaha!” mereka tertawa. Hyukjae menggeram hendak menyerang ketika tiba tiba 5 orang dongsaeng didepannya itu rubuh akibat efek domino. Saat dilihatnya siapa yang melakukannya, dia terkejut.
“jinki ah . .”
Tanpa banyak bicara dihadapinya dongsaeng didepannya itu. Keempat nya roboh, tapi sang pemimpin yang tadi berbicara dengan hyukjae masih kuat berdiri.
“kau! Siapa yang menyuruhmu melakukan ini?!” jinki menarik kerah anak itu.
“aapa mak . .”
Bugh!
“katakan!”
“sunbae. . “
Buagh!
“jinki ah! Hentikan!” hyukjae menarik kepalan jinki yang sudah melayang di udara. Ditangkisnya tangan hyukjae. Dihabisinya lagi pemuda dihadapannya.
“oppa! Keumanhaja!” jiyeon merentangkan kedua tangan nya didepan anak tadi.
Jinki menghentikan aksinya. Ditatapnya jiyeon. Matanya . . ketakutan?
“aaku hanya diminta mengganggu jiyeon . . aku tidak bermaksud menyakitinya,” pemimpin itu meringkuk dibalik jiyeon.
“siapa yang melakukannya?” hyukjae bertanya ketika jinki terlihat tidak bisa berkata kata lagi.
Pemimpin itu menyebutkan nama salah satu teman sekelas jiyeon. Kemudian dia dan keempat temannya buru buru pergi. Jinki menatap jiyeon didepannya, kemudian berbalik pergi. Jiyeon hendak menyusul ketika hyukjae menahannya.
“dia, butuh sendiri,”
---
“Jinki ah, kenapa wajahmu?” donghae bertanya sambil menyentuh wajah jinki. Jinki menghindar.
“jinki ah, kau diganggu orang lagi? Kenapa tidak bilang padaku?” dongwook menatap jinki tanpa ekspresi. Hyukjae hanya memandang mereka, kemudian mengamati jinki. Baru kemarin dia melihat jinki semarah itu. Menghajar 5 pemuda tanpa memberi kesempatan padanya untuk membantunya. Hyukjae mendesah.
“kenapa kau memandangku begitu?” jinki mendengus sebal pada hyukjae. Kemudian menatap hyukjae dengan pandangan kemarin-tidak-terjadi-apa-apa-atau-kuhabisi-kau. Hyukjae bergidik.
“aah, tidak apa apa,”
Greek, pintu terbuka. Songsaengnim muncul.
“lee hyukjae, lee jinki, temui kepala sekolah sekarang,”
---
“Hm, hyukjae riwayat berkelahi 2 kali saat kau kelas sepuluh dan ini pertama kali di kelas sebelas,”
Kepala sekolah memperlihatkan dokumennya pada hyukjae yang pasrah.
“kau tahu 2 kali lagi kau akan dikeluarkab dari sekolah, dan lee jinki, ada apa dengan murid teladan kami?”
“hyukjae tidak bersalah,”
“hm?”
“hyukjae tidak bersalah. Menurut ketentuan sekolah nomor 25 tentang perkelahian, hyukjae hanya sebaga saksi.” Lanjut jinki. Hyukjae melongo.
“dan menurut ketentuan sekolah dengan nomor sama tentang hukuman perkelahian pasal 2 ayat 1, hukuman bagi murid yang berkelahi sekali dengan lawan yang mengalami luka berat adalah skorsing 2 hari.” Ujar jinki pasti. Kepala sekolah berdehem.
“kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” setelah itu, jinki membungkuk dan keluar. Hyukjae yang masih bingung hanya mengikuti jinki setelah sebelumnya membungkuk pada kepala sekolah yang juga bingung.
“jinki ah,”
“kau pasti sudah tahu tentang semua dari jiyeon,”
“eh?”
“apapun yang kau ketahui, jangan katakan apapun pada siapapun,” kemudian jinki pergi meninggalkan hyukjae dengan kepala berasap.
---
Jiyeon menatap teman yang kemarin memintanya mengganggunya. Ani, dia bukan teman, hanya seseorang yang juga belajar di kelasnya. Kabarnya kelima orang kemarin tidak masuk hari ini, dan jinki diskors 2 hari. Jiyeon tertunduk. Semua salahnya. Kemudian bel pulang berbunyi dan jiyeon bergegas keluar sebelum terjadi apa apa.
“ah! Mony..hyuk ... sunbae!” jiyeon memanggil hyukjae yang kemudian menghadiahinya jitakan di kepalanya.
“aw!”
“Anyeong jiyeon ssi!” donghae dan dongwook menghampiri. Jiyeon menyapa mereka juga.
“kami sudah tahu apa yang terjadi.” Donghae memulai percakapan.
“tapi jangan katakan pada jinki kalau kami mengetahuinyaa,” dongwook cepat cepat menambahkan.
Jiyeon mengangkat bahu, “baiklah,” kemudian mentap hyukjae dengan tatapan membunuh.
“kau ini. Apa kau tidak trauma dengan kejadian kemarin?” hyukjae mengacak kepala jiyeon.
“tidak aku sudah sering mengalaminya,dengan oppa dulu,”
“kenapa kemarin kau takut?”
“karena . . “ jiyeon tidak melanjutkan kalimatnya. “baru kali ini aku melihatnya begitu berapi api,”
“nado .. “ hyukjae bersungut sungut.
“ohya, dimana oppa?”
---
Jiyeon menaiki tangga secepat yang dia bisa, menuju atap. Kemudian matanya menelusuri seluruh isi dilantai tertinggi sekolah itu. Dilihatnya jinki yang sedang bersandar didinding.
“oppa,” panggilnya setelah dia mendekat. Jinki menoleh kemudian membuang pandangannya.
“oppa maafkan aku, aku tahu kau marah, aku tahu aku mengingkari janji, tapi oppa, aku tidak ingin melakukannya, kau tahu kan bagaimana aku selalu membuat kacau tanpa aku sadari, kau tahu bagaimana aku selalu membuat masalah yang sebenarnya tidak aku inginkan, kau tahu bagaimana aku . . kau sangat tahu . .” jiyeon terduduk disamping jinki.
“oppa mianhae . . aku . . “ belum sempat jiyeon membuka mulutnya lagi, jinki sudah memeluknya, erat.
“jiyeon a, apakah kau masih takut gelap? Apakah kau masih suka ulat? Apakah kau masih membenci bau pisang?”
“oppa . .”
Jinki melepaskan pelukannya,
“apakah kau masih seperti dulu?”
“nde!” jiyeon mengangguk dengan air mata berlinangan di matanya.
“uljima jiyeon a, atau aku akan memberimu pisang,” jinki menghapus air mata jiyeon.
“jiyeon a, bogoshipeo . .”
“nado oppa,”
“gwaencanha, oppa’s little sister,” jinki menarik pipi jiyeon hingga jiyeon mengaduh.
Gubrak,
“yak! ikaan! Kau terlalu berat!”
“aissh bukan aku, dongwook lah yang menyebabkannya,”
“apa apaan kau hyuk, masa kau tidak kuat menahan kami! Ikan teri!”
“ahaha, mian jinki ah, lanjutkan saja, duo dong ini selalu membuat masalah, jangan dipikirkan, hehe”
“apa maksudmu? Dasar teri!”
“kalian bertiga berhenti!” jiyeon berteriak mengagetkan mereka semua.
“oow,” jinki menyadari akan ada sesuatu yang tidak enak. Benar saja, jiyeon me’ngajari’ mereka suatu hal, pukulan maut.
“aissh jiyeon a! Kau sudah sering memukulku dengan tasmu yang super berat itu! Mengapa kau masih memukuliku!”
“kau! Ani, kalian! Memang pengacau! Hyaaa!” jiyeon mengejar mereka bertiga di atap itu. Suasana menjadi gaduh. Jinki tertawa kemudian menyadari suatu hal penting. Dia tidak pernah sendiri, selalu ada teman temannya yang bersamanya, dan untuk pertama kalinya, jiyeon yang selama ini selalu lupa dengan janji yang dibuat, menepati janji untuknya.
“tenang oppa, aku akan selalu bersamamu,”
“jiyeon a . .”
“aku janji,”
“jjinjja?”
“nde, akan selalu ada cara, dan aku akan selalu menjadi adik kecilmu,”