Sabtu, 27 Oktober 2012

belajar


Belajar . .

Haha, sepertinya saya sudah lupa apa definisinya. Padahal saya sudah pernah (sok) membahas waktu blog ini umurnya masih segede jagung *sekarang segede apa?*.


Barusan saya terlibat dalam sebuah diskusi kecil di ruang keluarga rumah kami. Menentukan akan dibawa kemana masa depan saya. Bukan menentukan sih, tepatnya memilih. Yaah . . umur saya sudah 17 tahun dan badge seragam saya sudah ditumpuk *harusnya diganti* 3 kali. Tanda tanda anak SMA di penghujung acara.

Nggak kerasa sudah tinggal beberapa bulan lagi UN, lalu SNMPTN, dan saatnya berburu Perguruan Tinggi di muka bumi. Demi hasil yang maknyus, hari gini udah pada nyiapin senjatanya masing masing. Diasah, diserut, dilapisi, diapapun yang bisa membabat habis halangan didepan mata nanti. Termasuk saya dan keluarga kecil saya yang ikut kelabakan karena masalah pribadi saya*manja*.

Jujur, sudah ada beberapa gambaran mengenai kelanjutan babak pendidikan saya. Tetapi, masih bingung memilih yang mana. Saya sudah browsing “sedikit” di internet (beneran sedikit suer), dan dari sedikit itu belum ada yang bener bener bisa menggambarkan apa yang ingin saya mengerti. Lhah kalau begini gimana caranya memilih pilihan yang tepat??

“bukannya tepat, tapi kita kan nyari kemantapan hati,”

Nah, itu itu . .

Dari sekian banyak pilihan yang saya angan angankan, mengerucutlah(?) yang benar benar saya inginkan. Tapi kembali saya dihadapkan pada karang di hati saya. Dari pilihan itu, saya merasa belum ada yang benar benar saya kuasai. Memang sih, saya sudah mendapat beberapa hal dari sekolah. Tapi itu hanya kulitnya, padahal di perguruan tinggi itu kan harus lebih mendalami, lhah saya gimanaa??

“ya makanya kamu kuliah, belajar biar bisa, biar lebih mateng! Kalo kamu udah bisa ya nggak usah kuliah, sana langsung kerja! Kalo kamu nggak bisa semuanya ya udah nggak usah kuliah sekalian! Mindset mu tu harus dirubah! Semua itu ya awalnya nggak bisa apa apa, terus belajar baru jadi bisa,”

Nah sobat sobat, barulah saya ‘dong’ mengenai definisi belajar yang sesungguhnya. Walaupun namanya ‘mahasiswa’ tapi intinya tetep belajar, bukan? Akhirnya, dengan bismilahirrahmanirrahim, dengan nama Allah, dengan kemantapan hati, dan dengan tekad untuk belajar, saya pun mulai menunjuk, dan kemudian menyingkirkan karang karang di hati saya.

Langkah selanjutnya jelas,

“yang penting lolos saringan, baru kamu nanti nyemplung di mana, asal kamu menekuni bidang itu, Insya Allah kami ridha,”

Belajar, berdoa, berusaha. Saya sempat patah hati begitu tahu jalur undangan melayang di depan mata saya, bahkan saat semuanya belum benar benar berada di garis start. Tapi lagi lagi, selalu ada tangan yang mendorong, menarik, dan menopang saya,  Alhamdulilah. Saya harus bangkit.

“intinya, pahami dan mengerti apa yang ada di depanmu saat ini, masalah nanti nggak usah dipikir dulu, yang kamu harus hadapi terlebih dahulu adalah apa yang berada didepanmu SAAT INI, kalo saat ini aja kamu nggak bisa hadapi, gimana kamu mengahdapi saat selanjutnya? Semuanya bertahap kan?”

Yaah, saya akui dan saya rasakan kok, hasil yang saya dapat sebelumnya memang bukan hasil yang baik. Saya tersandung, saya jatuh, saya tersungkur. Tapi itu belajar bukan? Berusaha bangkit ketika kita jatuh, berusaha berani ketika kita takut, kalau sudah sempurna dan nggak mau belajar lagi, maka tugas kita sebagai manusia yang hidup di bumi sudah selesai, bukan?

Akhirnya, diskusi kecil itu selesai. Para anggotanya pergi mencari guru terbaik kehidupan, pengalaman yang bisa kita ambil ibrahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar